Relasi Gender antara Pedagang dan Pembeli di Pasar Bulu Sukoharjo (ANTROPOLOGI GENDER)

Relasi Gender antara Pedagang dan Pembeli di Pasar Bulu Pendahuluan Bahasan mengenai gender menjadi agenda penting dari semua pihak, karena realitas perbedaan gender yang berimplikasi pada perbedaan status, peran dan tanggung-jawab antara manusia laki-laki dan perempuan seringkali menimbulkan apa yang disebut dengan ketidakadilan gender yang berujung pada penindasan. Masalah ini merupakan masalah yang selalu terjadi di negara-negara yang masih memegang teguh struktur sosial patriarkis. Patriarki itu sendiri menurut Ritzer dan Goodman (2013: 506) tidak hanya secara historis menjadi struktur dominasi dan ketundukan, namun ia pun terus menjadi sistem ketimpangan yang paling kuat dan tahan lama, yang menjadi model dasar dominasi di tengah-tengah masyarakat. Berbicara mengenai gender tentunya pembahasan ini kurang lebih membicarakan tentang perempuan, yang mana sekarang ini, bahasan tersebut banyak mengisi wacana di tengah-tengah masyarakat kita. Masyarakat perempuan yang sekarang ini jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan laki-laki ternyata belum banyak mengisi dan menempati sektor-sektor publik yang ikut berpengaruh di dalam menentukan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan penting. Menanggapi hal tersebut, berbagai upaya telah banyak ditempuh untuk mengangkat derajat dan posisi perempuan agar setara dengan laki-laki. Kaum perempuan mencoba peruntungannya melalui berbagai aspek kehidupan baik yang formal maupun yang nonformal, salah satunya yang paling populer yaitu melalui kegiatan ekonomi. Relasi peran gender dalam kegiatan ekonomi sangat menarik untuk dikaji. Pasar tradisional yang merupakan pertemuan antara pedagang dan pembeli baik itu laki-laki atau perempuan adalah pusat kegiatan ekonomi masyarakat di desa. Berdasakan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti relasi peran gender masyarakat di Pasar Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo. Pembahasan Selama ini banyak persepsi masyarakat yang salah terhadap gender. Gender itu ya jenis kelamin, dan jenis kelamin itu ya gender, begitulah kira-kira masyarakat dalam mendefinisikan gender. Padahal di Indonesia menurut Astuti (2011:2), hampir semua uraian tentang program pembangunan masyarakat maupun pembangunan di kalangan organisasi non-pemerintah selalu diperbincangkan masalah gender. Tentunya kesalahpahaman pengertian gender tersebut perlu diluruskan untuk menghindari adanya salah komunikasi. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan dengan konsep jenis kelamin. Pembagian jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu (Fakih. 1996). Misalnya manusia jenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki penis dan jakun, sedangkan manusia jenis kelamin perempuan adalah manusia yang memiliki payudara dan rahim. Sementara itu yang dimaksud gender (Astuti: 2011:3) yaitu suatu sifat yang melakt pada laki-laki dan perempuan karena dikonstruksikan secara sosial dan kultural. Jadi jelas bahwa gender dan jenis kelamin berbeda. Gender lebih pada peran yang diperoleh dari konstruksi budaya masyarakat sedangkan jenis kelamin lebih pada keadaan biologis manusia. Di Pasar Bulu yang merupakan pasar tradisonal di salah satu wilayah Kabupaten Sukoharjo ada relasi gender yang menarik untuk dikaji. Di pasar Bulu sebagian besar para pedagang, sekitar 80% adalah pedagang dengan jenis kelamin perempuan. Perempuan mendominasi pada pedagang sayuran, pedagang jamu (siap minum), pedagang pecel, pedagang bubur, dan jajanan pasar jenis lainnya. Berbeda dengan pedagang laki-laki yang mendominasi kios plastik, gilingan bakso dan kelapa. Untuk pedagang sembako, pedagang ayam potong dan pedagang jamu (mentah/kemasan) persentase laki-laki dan perempuan kurang lebih sama. Wanita dikonstruksikan masyarakat untuk mengurus rumah tangga dan berada di dapur, kasur, dan sumur sekarang ini mencoba keluar dari zonanya untuk bersaing dengan laki-laki di bidang ekonomi. Para pedagang wanita di pasar Bulu tersebut sebagian besar bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, sedangkan sisanya merupakan tulang punggung keluarga. Hal ini dibuktikan dengan wawancara saya dengan Lek Surani dan Pakdhe Yanto. Lek Surani dlaam memenuhi kehidupannya saat ini dibantu oleh kedua anaknya, sedangkan Pakdhe Yanto adalah sumber pendapatan utama keluarga. Para pedagang di pasar Bulu mau tidak mau harus bergaul dengan pedagang lainnya karena mereka sadar, mereka tidak bisa hidup tanpa orang lain terlebih lagi di lingkungan pasar. Setiap hari para pedagang terlibat interaksi dan tolong-menolong. Misalnya ketika Mbak Marni (pedagang nasi kuning) yang tidak memiliki kembalian ketika ada orang membeli dagangannya, maka Mbak Marni secepatnya menukarkan uang tersebut kepada pedagang lainnya. Solidaritas yang terjadi di kalangan masyarakat pasar Bulu merupakan solidaritas mekanik. Lawang (dalam Soedjati. 1992:11) mengungkapkan tentang solidaritas “Dasar pengertian solidaritas tetap kita pegang yakni kesatuan, persahabatan, saling percaya yang muncul akibat tanggung jawab bersama dan kepentingan bersama diantara para anggotanya”. Lebih jelasnya Durkheim menjelaskan dua tipe solidaritas yaitu solidaritas organic dan mekanik. Suatu masyarakat yang dicirikan oleh solidaritas mekanik bersatu karena semua orang adalah generalis. Ikatan diantara orang-orang itu adalah karena semua terlibat dalam kegiatan-kegitan yang mirip dan mempunyai tanggung jawab yang mirip (Ritzer. 2012: 145). Selain para pedagang yang terlibat interaksi dan tolong menolong yang telah dijelaskan sebelumnya, pedagang di pasar juga mengadakan arisan yang dilaksanakan setiap harinya. Lek Surani (pedagang sayur) merupakan coordinator dari arisan tersebut. Namun arisan ini tidak hanya dikhususkan bagi pedagang di pasar saja, melainkan para pedagang keliling, pedagang tempat makan, dan pedagang lainnya yang kulakan di pasar boleh mengikuti arisan ini. Selain itu, pedagang di pasar juga memiliki dana kas yang bisa digunakan untuk tilikan apabila ada salah satu pedagang yang sakit atau tertimpa musibah. Namun tak menutup kemungkinan dana tersebut juga digunakan untuk membantu salah satu pedagang yang memiliki hajatan, namun hal ini jarang dilakukan karena biasanya untuk nyumbang para pedagang melakukannya secara individu. Hal menarik ketika di pagi buta sekitar pukul 04.30 pedagang sayuran sudah lebih dulu memulai kesibukan. Sang ibu bersiap untuk melayani para pembeli. Ia dibantu oleh sang anak yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Sang anak bertugas untuk menyiapkan sayuran sesuai kebutuhan pembeli. Sedangkan sang ayah dengan mobil pick up-nya mengangkut segala macam sayuran yang diambilnya dari Tawang Mangu (Karanganyar). Dari fenomena tersebut membuktikan adanya pembagian peran gender yang sangat kentara. Menarik membahas peran gender di kalangan pedagang di pasar Bulu, namun ada hal menarik lainnya di pasar tersebut bahwa tidak hanya ibu-ibu atau perempuan saja yang ke pasar seperti konstruksi yang selalu kita pahami lewat buku pelajaran di sekolah dasar bahwa biasanya ibu pergi ke pasar. Disini, laki-laki juga banyak yang pergi ke pasar untuk sekedar membeli beberapa barang yang dibutuhkan ataupun untuk belanja dalam jumlah besar. Beberapa laki-laki yang masuk ke pasar merasa canggung dan tidak selektif dalam membeli barang. Mereka terlihat sering bertanya kepada warga lainnya “Dimana tempat membeli ayam? Dimana tempat membeli bubur?” dan seterusnya. Sedangkan sebagian lagi laki-laki merasa enjoy dan pede pergi ke pasar, mereka bahkan tau dimana tempat yang menjua kebutuhan denga harga yang paling miring. Penutup Pasar tradisional merupakan pusat kegiatan ekonomi di kalangan masyarakat desa. Sebagai pusat kegiatan ekonomi, terjadilah pertemuan antara para pedagang dan para pembeli baik itu perempuan maupun laki-laki. Pasar merupakan salah satu tempat bagi perempuan untuk turun ke sector public, karena memang di pasar kita lebih banyak menemukan perempuan dari pada laki-laki baik itu pedagang maupun pembelinya. Namun tetap saja di pasar ada pembagian peran berdasarkan jenis kelamin yang berbeda. Laki-laki banyak bekerja dengan tenaga yang lebih ekstra, sedangkan yang menonjol dari perempuan adalah interaksinya dengan pedagang lain maupun dengan pelanggan. Perempuan lebih banyak menawarkan barang dagangannya dari pada laki-laki. Sumber Astuti, Tri Marhaeni Pudji. 2011. Konstruksi Gender dalam Realitas Sosial. Semarang: Unnes Press. Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ritzer dan Goodman . 2013. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Soedjati. 1995. Solidaritas dan Masalah Sosial Kelompok Waria. Bandung: UPPm STIE Catatan Lapangan Hampir setiap hari ketika saya berada di rumah orangtua saya yang beralamat Dukuh Tapang RT 03/RW 03 Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo, saya selalu diutus ibu untuk pergi ke pasar Bulu yang letaknya kurang dari 1 kilometer dari rumah. Saya biasanya pergi ke pasar pada pagi atau siang hari. Karena ibu saya memiliki warung makan, jadi kebutuhan yang harus dibeli cukup banyak dan beragam seperti ayam, sayur-sayuran, sembako, dan bumbu-bumbu lainnya. Pasar Bulu tidak sebesar pasar-pasar yang ada di Kecamatan lainnya di Kabupaten Sukoharjo, dibandingkan dengan Kecamatan Tawangsari dan Kecamatan Nguter yang letaknya tidak jauh dari wilayah Kecamatan Bulu, Pasar Bulu masih jauh jika dikatakan ramai dan besar. Namun pasar-pasar di Kabupaten Sukoharjo memiliki persamaan yaitu sama-sama ramai pada hari pasaran Legi, termasuk bagi Pasar Bulu itu sendiri yang pada hari Legi berbeda dari biasanya. Pedagang dan pembeli meningkat, beberapa pedagang bahkan sampai menjajakan barang dagangannya di pinggir jalan raya. Pasar Bulu letaknya bersebelahan dengan kantor kecamatan, puskesmas, dan kantor kelurahan. Masyarakat yang terlibat dalam aktivitas jual-beli di Pasar Bulu ini rata-rata sudah saling mengenal antara satu dengan yang lainnya. Sayapun sudah kenal sebagian orang yang berjualan di pasar tersebut baik yang ada di dalam pasar maupun yang berada di ruko-ruko bagian luar pasar karena kakak kandung saya pernah memiliki ruko yang menjual kaca mata di bagian luar pasar. Sepulang sekolah saya membantu menjaga toko, jadi saya banyak menghabiskan waktu di pasar dan berinteraksi dengan tetangga sekitar. Bahkan (dulu, sewaktu saya masih SMA) gosip terhangat yang terjadi di lingkungan pasar pun sampai ke kelinga saya. Namun saat ini semenjak kakak saya pindah, dan saya banyak menghabiskan waktu di Semarang maka hubungan saya dengan warga di Pasar tidak seintens dulu. Saat ini, saya berinteraksi dengan warga pasar hanya terbatas ketika saya berada di rumah dan ibu mengutus saya untuk berbelanja ke pasar. Kendati demikian, Minggu 28 Mei 2017 lalu saya menyempatkan waktu untuk berkunjung ke pasar untuk melihat relasi gender yang ada disana. Saya juga mewawancarai Lek Surani dan Pakdhe Yanto selaku pedagang disana. Saat itu saya juga ingin mewawancarai para pembeli, namun saat itu keadaan tidak memungkinkan dikarenakan hari puasa yang panas, ramai dan berdesakan sehingga para pembeli enggan diminta sedikit waktunya. Oleh karena itu ketika saya sudah berada di Semarang, saya berinisiatif menelepon Mbak Nur dan Om Eko. Mbak Nur merupakan asisten rumah tangga di Kecamatan, sedangkan Om Eko adalah pegawai kecamatan. Mereka cocok menjadi narasumber saya karena hampir setiap hari mereka keluar-masuk pasar untuk membeli sesuatu. Karena letak kantor kecamatan yang bersebelahan, mereka juga akrab dengan masyarakat pasar. Daftar Pertanyaan dan Hasil Informasi Pertanyaan Lek Surani, Perempuan (51 th, pedagang sayuran) Pakdhe Yanto, Laki-Laki (49 th, pedagang es dan jus) Siapa saja anggota di keluarga anda yang mencari nafkah? Di anggota keluarga saya yang mencari nafkah yaitu saya dan kedua anak saya (laki-laki semua). Jualan es adalah mata pencaharian utama kami, isteri saya datang untuk membantu berjualan di warung kami (kios pasar luar) untuk membantu karena disamping berjualan es, saya juga nyambi narik ojek. Sudah berapa lama anda berdagang di pasar? Selama kurang lebih 20 tahun Selama sepuluh tahun terakhir Mengapa anda memilih untuk bekerja di Pasar? Karena saya merasa pekerjaan ini cocok untuk saya, saya sudah mengenal orang-orang di pasar. Selain itu saya juga senang berinteraksi dengan banyak orang disini. Karena saya diwarisi oleh orangtua saya kios yang ada di pasar ini. Awalnya saya berdagang matrial, namun karena modal yang kurang, saya banting stir berdagang es, jus, dan rujak. Selama bekerja di pasar anda pasti mengalami suka duka. Bagaimana suka-duka yang anda rasakan? Sukanya ya pas kalo dagangan laris, trus cerita-cerita kejadian yang lagi banyak dibicarakan orang. Gitu kan kalo kumpul-kumpul sama orang kan suasana hatinya bungah, jadi nggak gampang stress. Kalo dukanya pas dagangan sepi, ngga punya uang sedangkan di pasar ada tilikan (menjenguk orang sakit), ada yang punya hajatan. Memang sih, kegiatan gitu sifatnya sukarela tapi ya kalo ndelalah pengeluaran beruntun gitu repot juga uangnya. Sukanya pas kalo dagangan laris, uangnya dapet banyak. Dukanya ya pas hujan, esnya ngga laku sedangkan retribusi tiap hari ditarik i. Walaupun libur seminggu ngga jualan ya retribusinya hutang selama semingu itu. Jadi kalo libur jualan itu rugi, di rumah mikirin tagihan. Bagaimana ciri khas pembeli laki-laki dan perempuan dalam membeli barang dagangan anda? Pembeli laki-laki biasanya tidak banyak nawar, tidak terlalu memilih dagangan tidak seperti wanita yang suka pilih-pilih mana sawi yang paling segar dan tidak banyak lubang ulatnya. Kalo saya kan jualan es di pasar yang beli juga kebanyakan pedagang di pasar yang kebanyakan perempuan. Laki-laki juga banyak yang beli, biasanya mereka males untuk datang, mereka sms minta untuk dibawakan es ke tempatnya berjualan. Perempuan banyak yang minta dibungkus (biar porsinya lebih besar), sedangkan laki-laki mintanya esnya di gelas. Apakah disamping bekerja di pasar anda melakukan pekerjaan rumah? Saya tetap melakukan pekerjaan rumah, namun dibantu oleh suami dan anak-anak saya. Seperti memasak dan mencuci piring tugas suami saya, saya mencuci baju, sedangkan anak-anak saya menyapu rumah dan halaman. Di rumah biasanya yang memasak, mencuci dan bersih-bersih dilakukan oleh isteri saya sebelum membantu berjualan di pasar. Saya harus berangkan ke pasar pada pagi hari, jadi saya hanya membantu sedikit pekerjaan rumah. Misalnya saya sempat mencuci piring, ya saya mencuci piring, kalau tidak ya semuanya dikerjakan isteri saya. Biasanya di rumah tugas utama saya membetulkan genting bocor, memberi makan ternak (ayam dan bebek), membetulkan peralatan yang rusak. Ya tugas yang tidak bisa dikerjakan isteri saya gitu lah. Pertanyaan Mbak Nur (29 th, Asisten Rumah Tangga Kecamatan) Om Eko (36 th, Pegawai Kecamatan) Apakah anda sering berbelanja di pasar? Dalam sehari malah saya bisa bolak balik dua hingga tiga kali. Ya, hampir setiap hari saya ke pasar. Apakah anda lebih suka berbelanja di pasar atau di tempat lain (yang juga menyediakan kebutuhan anda)? Mengapa anda lebih suka di tempat tersebut? Saya lebih suka belanja di pasar, selain tempatnya yang dekat, semua barang tersedia (lengkap), saya juga bisa interaksi dengan tetangga-tetangga yang ada di pasar. Tergantung kebutuhan sih, pas belanjanya banyak ya mending belanja di pasar, soalnya bisa milih beli di pedagang mana yang harganya lebih murah. Kalo pas lagi males, pasarnya rame mending beli di tempat lain. Apakah anda merasa sedikit canggung berbelanja di pasar? Mengapa? Enggak sih, saya juga sudah kenal sama pedagang-pedagangnya jadi ya bisa belanja sambil guyon-guyon. Awalnya saya canggung sih, tapi lama-lama ya biasa aja. Banyak kok laki-laki yang pada belanja di pasar, pedagangnya juga ada yang laki-laki. Jadi saya cuek aja. Jika anda ingin membeli sesuatu misalnya sembako, nah ada pedagang laki-laki dan perempuan yang menjual sembako. Pedagang mana yang akan anda pilih? Biasanya tergantung harganya sih, tapi rata-rata pedagang di pasar harganya sama. Jadi kalo saya milih milih beli di pedagang perempuan soalnya lebih “nggenah” kalo beli di perempuan, misal kalo beli bawang, bawangnya dikasih yang bagus. Kalo menurut saya sama saja sih pedagang laki-laki ataupun perempuan, pertama saya pilih berdasarkan harga apa kalo engga ya kalo pedagangnya cantik kaya kamu ya saya pilih belinya sama yang cantik itu. Hehe Bagaimana menurut anda ciri khas penjual laki-laki dan penjual perempuan? Kalo pedagang perempuan itu lebih cerewet, lebih sering menawarkan dagangannya sedangkan pedagang laki-laki kebanyakan tidak marah kalau dagangannya ditawar murah. Kalo perempuan lebih sering menawarkan barang dagangannya sedangkan pedagang laki-laki lebih pendiam, mereka ramahnya sama pembeli wanita yang cantik.

Posting Komentar